Akademik itu Perlu, Pengembangan Potensi Juga Perlu (Part III)

Mahpur Psikologi UIN MalangPsychoNews – “SD dan TK dipaksa menganalisa, SMP menghafalkan jawaban, SMA hafalkan soal, sehingga kuliah browsing number one,” demikianlah kalimat yang dilontarkan Wiwiek Joewono, selaku moderator Talk Show Parenting bertema “Kita Melangkah Tidak Latah” (27/5). Acara yang terselenggara dari hasil kerja sama antara Sanggar Cendekia dengan Fakultas Psikologi UIN Maliki Malang ini menyuguhkan pembahasanmengenai peran orang tua sebagai lingkungan pertama anak dapat memperoleh pola asuh, juga menjelaskan bagaimana lingkungan pendidikan formal memberikan pola asuh kepada anak didiknya.

Turut hadir Wakil Dekan Fakultas Psikologi UIN Malang, Dr. Moh Mahpur, M.Sisebagai pemateri dalam agenda tersebut.Beliau menerangkan tentang bagaimana sistem pendidikan di Indonesia yang banyak mematikan kreatifitas dan potensi besar anak. “Akademik itu memang perlu, tapi pengembangan potensi juga perlu,” ucap Mahpur.

Menurutnya, selama ini anak dalam bangku sekolah sudah dididik untuk menjadi konsumtif yang secara tidak langsung mematikan kemampuannya. Seperti dalam pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA), pendidik cenderung lebih memilih untuk mengikuti sub bab pada buku paket daripada keluar kelas dan memahami lingkungan sekitar. “Padahal disitu ada tanah, air, udara, dan tumbuhan.Apa salahnya kalau kita manfaatkan ladang dan pesawahan yang banyak untuk media pembelajaran?” ujar laki-laki yang telah menamatkan studinya di Universitas Gadjahmada Jogjakarta itu.

“Selama ini di bangku pendidikan terlalu terpaku dengan apa yang ada dalam buku paket ataupun kurikulum yang ada untuk diajarkan pada siswa.Padahal apabila berani sedikit saja keluar dari pakem, kita akan bisa mengeskplor kemampuan yang ada pada anak didik,” terangnya. Mahpur juga menambahkan beberapa contoh cara mendidik anak di dalam kelas. “Misalnya dalam peralajaran IPA,apabila anak dididik dengan cara belajar diluar kelas dan mencatat apa yang mereka lihat, lalu hasilnya diklipingkan atau dikumpulkan menjadi satu sehingga bisamenjadisebuah buku, itukan juga bisa digunakan sebagai buku pelajaran, bahkan siswa menghasilkan suatu karya,” imbuhnya.Sayangnya, masih sedikit orang yang berani mengeksplor kemampuan siswanya di luar kelas. “Kelas sudah menjadi penjara baru dari lingkungan,” lanjutnya.

Melalui metodologi yang berbeda dari kurikulum pada usia sekolah, kita sudah mampu membina masyarakat dari kebiasaan konsumtif menjadi produktif dengan cara menjadikan anak berani mengeluarkan kreatifitasnya.Pendidik pun hendaknya tak mudah dipaksa mengomsumsi instruksi kurikulum, sehingga benih-benih produktif ditanamkan pada anak melalui jalur pendidikan. “Usia produktif bukan batasan waktu, tapi kemampuan kita untuk menghasilkan karya dan memiliki semangat untuk produktifitas itulah usia produktif,” pungkas Mahpur menyimpulkan. (Red. Qr)

Reportase: Muh. Saiful Haq

Baca Juga:

button unduh artikel