Wawancara Eklusif Bersama Pakar Psikolog Forensik Reni Kusumowardhani

 

Dra. Reni Kusumowardhani (tengah) Setelah Menjadi Narasumber Pelatihan yang di selenggarakan APSIFOR
Dra. Reni Kusumowardhani (tengah) Setelah Menjadi Narasumber Pelatihan yang di selenggarakan APSIFOR

PsychoNews – Kesempatan yang amat berarti bagi tim reportase PsychoNews bisa berkomunikasi dengan Drs. Reni Kusumowardhani, M.Psi.,Psikolog Pakar Psikologi Forensik dan Ketua APSIFOR disela-sela kesibukannya dalam event pelatihan yang di selenggarakan APSIFOR. Pada tanggal 12 Maret 2016 tim jurnalis PsychoNews menyampaikan sejumlah pertanyaan dengan tema “Psikologi Forensik Masa Kini untuk Mahasiswa Psikologi”.

Anda selaku ketua Asosiasi Psikologi Forensik Himpunan Psikolog Indonesia, bagaimana pendapat anda tentang pentingnya psikologi forensik di kalangan mahasiswa?

Sebetulnya psikologi Forensik itu peminatan. Jadi di Psikologi itu banyak sekali peminatan. Ada peminatan klinis, ada peminatan sosial, ada industri. Salah satunya adalah peminatan forensik. Jika ditanya mengapa forensik itu penting, maka kembali kepada minatnya itu apa. Maraknya tindak kekerasan dan planggaran-pelanggaran hukum menegaskan bahwa peran Psikologi dubutuhkan, dalam hal ini Psikologi Forensik. Oleh karena itu, bagi mahasiswa psikologi yang tertarik di bidang hokum alangkah baiknya mempelajari psikologi forensik. Suatu saat nanti, keuntungan dari mempelajari psikologi forensik akan dirasakan oleh para mahasiswa. Itulah pentingnya jika ditanya bagaimana pentingnya psikologi forensik di kalangan mahasiswa.

Akhir-akhir ini, kasus-kasus psikologi forensik banyak muncul di media televisi, bagaimana saran Anda untuk para mahasiswa psikologi? Dan bagaiamana langkah-langkah untuk mengatasi hal tersebut?

Pertama, jika kita tertarik dengan kilmuannya, maka yang dipelajari adalah sisi teorinya. Misalnya, mengapa seseorang bisa merancun orang lain? Apa motif dari perilaku yang muncul? Sebab, setiap perilaku memiliki motif yang melatarbelakangi kemunculannya. Jadi, kita mengetahui bagaimana proses satu tindak pidana bisa terjadi.

Kedua, kita bisa melihat pengaruh dan dampak yang muncul sebagai efek dari pemberitaan yang dilakukan oleh media massa dalam bentuk menyiarkan, menginformasikan, dan atau membangun opini mengenai kasus tersebut. Sebagai Psikolog atau Ilmuwan Psikologi, kita berada pada posisi “netral”, tidak terpengaruh oleh opini di media massa. Jadi, jika mahasiswa ingin beropini, ingatlah bahwa psikologi memiliki kode etik. Posisi mahasiswa belum boleh mengaku sebagai “aku punya keahlian di bidang ini dan itu”. Oleh karena itu, selain mempelajari teori dan kasus, sebagai mahasiswa juga perlu memahami kode etik psikologi. Perlu diingat bagi mahasiswa dalam mempelajari sebuah kasus. Dalam kasus tindak kejahatan selain pelaku juga terdapat korban kejahatan. Hal itu dirasa penting bagi mahasiswa untuk dipelajari bagaimana dinamika psikologis korban dan keluarganya. Melalui ini, saya harap mahasiswa lebih berhati-hati dalam beropini dan mengutamakan logika berpikir dari keilmuannya, bukan hanya mengandalkan emosi sesaat dalam menanggapi kasus-kasus di lingkungan sosialnya.

Perkembangan teknologi masa kini berkembang sangat pesat, terutama sosial media dengan beragam jenisnya. Melalui sosial media, beberapa kasus seperti hilangnya orang hingga berujung kematian kerap terjadi. Lantas, bagaimana cara menanggapi hal tersebut agar tidak memakan korban lebih banyak lagi?

Selama ini kita tak hanya menanggulangi hal yang telah terjadi, tapi juga mendesain suatu bangunan retensi (penanganan) dan prevensi (pencegahan) untuk masyarakat supaya lebih cerdas menggunakan media-media sosial. Kami dari APSIFOR (Asosiasi Psikologi Forensik) mengajak para mahasiswa untuk meneliti tentang dampak-dampak sosial media itu terhadap kemungkinan adanya tindak pidana atau tindak kekerasan tertentu. Jika banyak penelitian yang dilakukan maka akan memperkaya perkembangan Psikologi Forensik. Kalau APSIFOR sendiri membuat beberapa program, di antaranya prevensi, komusi (komunikasi forensik), sampai penanganan saat di penyelidikan ke penuntutan, di pengadilan sampai pasca pengadilan, subjek di komunikasikan, subjek di lapas dan setersunya. Catatan dari psikologi forensik disesuaikan dengan sistem pengadilan yang ada.

Apa pesan Anda untuk mahasiswa psikologi?

Tingkatkan peminatan, banyak setting-setting atau ranah-ranah praktis dari psikologi, salah satunya bidang forensik, sebab yang lagi nge”trend” di masayarakat saat ini adalah masalah hukum. Jadi, kalau kita memiliki kompetensinya maka akan menguntungkan mahasiswa ketika menghadapi kasus di lapangan. Pesan saya, yang paling utama adalah jangan mudah terpancing secara emosional. Kemudian, buatlah desain untuk intervensi yang bersifat psikologis, seperti merencanakan desain-desain retensi. Mulailah banyak melakukan penelitian terhadap kasus-kasus yang terjadi di masyarakat, seperti kasus Mirna (kopi sianida), polisi mutilasi anak kandungnya, dan lain-lain. Lalu, buatlah forum diskusi di kalangan mahasiswa dan analisislah kasus-kasus tersebut. Jaman sekarang kalau ada forum diskusi di kalangan mahasiswa itu sifatnya keren. (Red. Ms)

Interviewer/Reporter        : Sudrajat Yudo

Editor                                    : Safinah Al Mubarokah

[button href=”http://psikologi.uin-malang.ac.id/wp-content/uploads/2016/03/Wawancara-Eklusif-Reni-Kusumowardhani-Psikolog-Forensik.pdf” rounded=”” size=”btn-mini” style=”red” target=”_blank”]Simpan Berita[/button]