Suka Duka Syifaul Muntafi Studi di Maastricht University Belanda

M. Syifaul Muntafi Alumni Psikologi UIN Malang yang Sukses Melanjutkan Studi S2 Psikologi Sosial di Maastricht University Belanda

PsychoNews kembali hadir memberikan suntikan semangat dari alumni Fakultas Psikologi UIN Maliki Malang yang  telah tersebar di berbagai daerah di Indonesia dan di belahan dunia guna menginspirasi mahasiswa untuk lebih bersemangat dalam menuntut ilmu. Kali ini, Q & A Inspirasi dari Alumi akan memperkenalkan sosok Muhammad Syifaul Muntafi, Pa’ul sapaan akrabnya. Saat ini, pria yang mempunyai hobi menonton bola ini telah menyelesaikan pendidikan magisternya di Maastricht University Belanda dengan mendalami konsentrasi social psychology.

Berangkat dari ketertarikannya membaca buku-buku psikologi popular dan buku-buku motivasi, timbullah rasa penasaran dalam diri Pa’ul untuk lebih mendalami ilmu psikologi. Alumni psikologi 2010 ini banyak menghabiskan masa mudanya untuk mengenyam pendidikan formal maupun non-formal di Madrasah. Untuk itulah, Fakultas Psikologi UIN Maliki Malang dirasa cocok sebagai jawaban atas rasa penasarannya terhadap ilmu psikologi. Selain kuliah, Pa’ul juga aktif dalam komunitas yang ada di Fakultas Psikologi, diantaranya komunitas Psychology Learner Community (PLC).  Pria yang mengidolakan club sepak bola asal Spanyol, Real Madid ini juga pernah menjadi juara 3 lomba essay psychofest yang diselenggarakan oleh BEM Universitas Padjajaran pada tahun 2013. Saat menempuh pendidikan master pun pria kelahiran tahun 1992 juga aktif dalam organisasi. Organisasi yang saat ini ia ikuti ialah Perhimpunan Pelajar Indonesia (PPI) Maastricht. Penasaran dengan sosok Muhammad Syifaul Muntafi? Kami menyajikan hasil wawancara khusus dengan beliau. Yuk, ikuti ulasan Q & A bersama Muhammad Syifaul Muntafi!

  • Apa yang mendorong Mas Pa’ul untuk studi lanjut dan mengapa memilih untuk berkiprah di bidang psikologi sosial?

Keinginan untuk studi lanjut berasal dari banyak hal. Salah satunya tentu ingin mengupgrade keilmuan. Sebenarnya dulu tertarik ke psikologi klinis sih, karena pilihan yang ada untuk studi lanjut terbatas jadi harus menyesuaikan (memilih psikologi sosial) dan sejauh ini bidang ini lumayan menarik dan menantang bagi saya. Lingkup kajian psikologi sosial sangat luas sehingga banyak hal yang bisa di eksplor.

  • Bagaimana pengalaman pertama hidup di negara orang? Ceritakan tentang lingkungan tempat tinggal, kawan-kawan, dsb.

Saya tinggal di sebuah shared house (kos-kosan kalau di Indonesia). Isinya mahasiswa dari berbagai negara ada dari Belanda, Maroko, Brazil, India dan Inggris. Kebetulan di kosan hanya saya sendiri yang orang Indonesia. Lumayan seru, kita sering masak bareng sambil mendiskusikan banyak hal seperti isu-isu politik, dsb. Banyak pengalaman dan perspektif baru yang saya dapatkan. Di samping itu tentu saya juga sangat sering berkumpul dengan sesama mahasiswa Indonesia dengan berbagai macam background. Intinya tinggal di luar negeri dan bergaul dengan orang dari berbagai macam latar belakang yang berbeda benar-benar dapat memperluas wawasan dan cara pandang.

  • Bagaimana pengalaman Mas Pa’ul merasakan bangku perkuliahan disana? apa yang membedakan dengan perkuliahan di Indonesia?

Sistem perkuliahan di sini berbeda dengan kebanyakan kampus di Indonesia. 1 mata kuliah terdiri dari kelas lecture (seperti seminar, dimana mahasiswa sejurusan mendengarkan perkuliahan dari dosen di satu hall besar) dan tutorial (kelas diskusi  berisi 10 orang) dan berlangsung selama  1 periode (sekitar 3 bulan). Untuk kelas lecture ada yang wajib hadir ada yang tidak, tetapi untuk tutorial wajib hadir. Kemudian untuk sistem penilaian juga sedikit berbeda. Di jurusan saya bobot penilaian terbesar berasal dari ujian akhir tiap periode. Ujiannya pun berlangsung sangat terstandart (dari segi penilaian dan pelaksanaan), dengan soal essay dan tiap ujian butuh waktu sekitar 3 jam untuk menyelesaikan.  Tugas dan partisipasi di kelas tidak banyak membantu. Ini yang sedikit kurang nyaman, karena biasanya dulu ketika di UIN, tugas maupun partisipasi di kelas dapat membantu mengkatrol nilai akhir. Di sini sebaik apa pun performa di kelas, kalau hasil exam tidak bagus ya nilai yang keluar juga tidak bagus.  Di samping itu, tuntutan mandiri juga lebih besar. Bahan-bahan belajar dan kelas telah disusun dngan baik oleh dosen dan koordinator mata kuliah. Tetapi mereka tidak terlalu mengarahkan, kita diharuskan secara mandiri menggali resource yang tersedia. Tidak ada yang memantau dan peduli sejauh mana kita telah paham dan menguasai materi yang ada.

  • Bagaimana cara mas Pa’ul berinteraksi dengan orang dari berbagai belahan dunia?

Untuk berinteraksi tidak terlalu kesulitan. Orang di sini kebanyakan ramah-ramah. Tetapi memang untuk menjalin pertemanan yang akrab tidak lah mudah. Dan memang saya sendiri juga tidak terlalu terobsesi untuk begitu akrab dengan orang non-Indonesia. Bersosialiasi hanya sebatas ngobrol dan makan bersama di kantin, atau masak bersama itu sudah cukup. Di samping itu, kadang kita harus sedikit acuh jika melihat ada hal-hal yang menurut perspektif kita kurang sesuai. Intinya nggak terlalu kagetan.

  • Bagaimana Mas Pa’ul memandang diri sendiri saat ini? Apakah sudah sukses dan sudah memenuhi harapan Mas?

Saya bersyukur di beri Allah kesempatan untuk belajar dan hidup di luar negeri selama kurang lebih setahun ini. Ada banyak hal dan pengalaman baru yang saya dapatkan dan rasakan. Tetapi saya menyadari ini barulah sebuah awal untuk terus melangkah. Masih banyak hal yang harus dilakukan untuk diri saya sendiri, untuk orang-orang terdekat, dan untuk masyarakat umum.

  • Siapa tokoh yang menginspirasi Mas? Dan mengapa?

Pertanyaan yang susah di jawab. Banyak sekali orang-orang yang menginspirasi saya. Orang tua saya, saudara-saudara saya, guru-guru dan dosen-dosen saya, bahkan teman-teman saya. Banyak hal yang saya belajar dari mereka.

  • Apa hambatan terberat yang pernah dialami ketika merantau di luar negeri?

Hidup diluar negeri dituntut untuk lebih mandiri, lebih bersabar dan nggak arogan. Di Indonesia banyak hal bisa dilakukan dengan instan. Tetapi di sini segala sesatu harus dipersiapkan dengan baik. Contoh kecilnya untuk urusan makan. Di Indonesia ketika lapar kita tinggal beli di warung, banyak orang menjual makanan. Tetapi di sini harus membeli bahan makanan dan memasak sendiri. Contoh lain misalnya ketika membuka rekening bank, di Indonesia kita tinggal datang dan di hari itu juga rekening, ATM dan internet banking bisa kita gunakan. Di sini harus bikin janji dulu dengan pihak bank kalau beruntung bisa di layani di hari yang sama tetapi untuk ATM dan layanan lainnya butuh beberapa hari untuk bisa digunakan. Periksa ke dokter, konsultasi dengan dosen, bahkan ke tukang servis sepeda pun harus pakai appointment. Hampir tidak ada yang bisa dadakan. Awalnya terasa cukup berat karena tidak terbiasa dengan budaya seperti ini.

  • Bagaimana suka duka yang dialami Mas Pa’ul selama belajar di negeri orang?

Sukanya fasilitas di kampus sangat baik. Akses ke berbagai database jurnal sangat lengkap. Di samping itu, penelitian-penelitian yang dilakukan di fakultas pun juga sangat inovatif. Teman-teman belajar di kelas kebanyakan memiliki motivasi belajar yang tinggi serta level pemahaman mereka yang sangat baik juga memacu semangat saya untuk belajar. Dukanya, hidup di perantauan kadang terasa bosan dan monoton, motivasi kadang juga sering naik turun. Tetapi itu hal yang biasa.

Kota Maasticht Belanda
  • Apa yang Mas Pa’ul lakukan ketika waktu luang?

Kalau di musim panas seperti ini di waktu luang biasa bersepeda, menikmati pemandangan alam cukup bagus dan udara segar. Selain itu juga masak-masak dan berkumpul dengan sesama mahasiswa Indonesia.

  • Sebutkan dua hal yang memotivasi Mas Pa’ul dalam berkarya?

Motivasi internal karena memang merasa berminat dan menyukai hal tersebut apapun yang kita lakukan terasa tanpa beban dan mengalir. Motivasi eksternal mungkin karena melihat orang lain berkarya juga. Kalau orang lain bisa seharusnya kita juga bisa melakukan sesuatu kalapun bukan hal yang besar setidaknya bermakna bagi diri kita dan orang lain.

  • Apa cita-cita Mas Pa’ul di masa depan dalam dunia psikologi khususnya bagi Indonesia?

Dunia psikologi memiliki dua isi, pertama sisi keilmuan dan kedua sisi aplikatif, Agak berbeda meskipun keduanya saling berkaitan. Kedepannya, saya ingin berpartisipasi dalam pengembangan sisi keilmuan psikologi di Indonesia (In sya Allah). Keilmuan dalam hal ini seperti riset, publikasi dan pengembangan teori. Menurut pengamatan saya, dunia psikologi terapan atau praktis di Indonesia sudah cukup berkembang dengan baik. Meskipun di sisi lain kebutuhan masyarakat juga lumayan tinggi, tetapi untuk psikologi aplikatif sudah lumayan banyak orang yang menggarap. Tetapi untuk sisi keilmuan masih perlu ditingkatkan, terutama jika kita bandingkan dengan yang ada di negara-negara maju. Saya berharap hal-hal baru yang saya dapatkan selama belajar di sini bisa diaplikasikan dan bermanfaat nantinya untuk turut mengembangkan keilmuan psikologi di Indonesia.  

  • Terakhir, apa pesan Mas Pa’ul untuk mahasiswa psikologi UIN Malang yang sedang menjalani pendidikan meraih gelar S.Psi?

Untuk yang sedang kuliah, manfaatkan waktu sebaik-baiknya untuk hal-hal yang produktif. Gunakan kesempatan selagi masih aktif di kampus secara bertanggung jawab dan bijaksana untuk mengasah pengalaman, dan keterampilan dan memperluas wawasan. Pengalaman saya kuliah dulu, hidup di Malang memang terasa nyaman dari berbagai sisi tetapi jangan sampai kenyamanan itu membuat kita lengah. Karena setelah lulus kehidupan di luar kampus akan sangat berbeda.

“Do the best, and  let Allah do the rest” begitulah secuil motto hidup seorang Syifaul Muntafi. Menuntut ilmu merupakan kewajiban bagi seorang muslim, baik laki-laki, perempuan, tua maupun muda. Islam tidak membatasi dimana ummatnya untuk menuntut ilmu sekalipun berada ditempat yang jauh dan banyak rintangan. Sebagaimana hadist nabi dari Anas bin Malik berkata: Rasulullah SAW bersabda “Carilah ilmu walaupun di negeri Cina. Sesungguhnya mencari ilmu itu wajib atas setiap Muslim. Sesungguhnya malaikat meletakkan sayapnya bagi pencari ilmu karena rida dengan apa yang dicari.” (HR. Ibnu Abd al-Barr). Hadist tersebut menyiratkan makna bahwa ketika menuntut ilmu harus mau bersusah payah, didasari oleh niat yang kuat, keuletan, kemandirian, kerja keras, serta ikhlas. Dengan ilmu, manusia dapat mengetahui rahasia atas segala ciptaan Allah SWT, sehingga dapat memanfaatkannya bagi kesejahteraan ummat baik di dunia maupun di akhirat. Demikianlah sesi Q & A bersama Muhammad Syifaul Muntafi, terima kasih dan sampai jumpa pada sesi Q & A inspirasi alumni selanjutnya. (red.ms)

Reportase         : Wachidatul Zulfiah

Editor                 : Fauza Nur Hidayah, S.Psi

[button href=”http://psikologi.uin-malang.ac.id/wp-content/uploads/2017/09/Syifaul-Muntafi-Mastrid-Belanda.pdf” rounded=”” size=”btn-mini” style=”red” target=”_blank”]Simpan[/button]