Mengelola OPAK dengan Nurani dan Pelayanan Kritis Menuju Mahasiswa Berprestasi

Ospek: Gambar ilustrasi
Ospek: Gambar ilustrasi Saat Ospek Berlangsung, sumber gambar di unduh dari google.co.id

Saya mengalami orientasi menjadi mahasiswa baru dengan gaya menekan dan strategi menghukum untuk meningkatkan kedisiplinan. Bahkan, menerima bullying melalui ucapan dan tindakan sebagai subyek terhukum. Kata kasar, bentakan yang mengarah pada kepatuhan dan ketakutan menjadi dramaturgi. Saya pun pernah mendengar instruktur OPAK meludahi peserta dengan gampangnya. Kesan saya kemudian, OPAK adalah penyesuaian diri menjadi mahasiswa dengan menggunakan pendekatan subyek patuh dan tanggung jawab patron-client.

Apa toh orientasi studi itu ? Ada beragam nama di dunia mengenai orientasi studi. Ada O-week (orientation week), Welcome week, Freshers week dan cukup banyak nama-nama orientasi studi di lintas Negara. Tujuannya sama, sebelum memasuki perkuliahan, mereka menyelenggarakan pekan orientasi studi, dalam hitungan hari atau minggu. Di Thailand dikenal istilah rapnong yang diartikan sebagai “welcoming freshmen.” Tujuannya menyambut mahasiswa baru agar mampu beradaptasi di lingkungan (budaya) baru universitas. Ada nuansa bermain, intertainmen dan rekreatif. Dari sejumlah perguruan tinggi tersebut memang ada yang bernuansa yunior-senior agar mereka bisa menjadi satu kesatuan sebagai masyaraka kampus.

Orientasi studi berpijak pada usaha mengenalkan pada anggota baru untuk menyesuaikan diri dengan kultur baru sekolah atau kampus. Kegiatan ini didasari oleh perpindahan dari budaya lama ke budaya baru. Dari identitas diri lama ke baru. Oleh karena itu pada pendatang, perlu mengetahui budaya baru apa yang perlu diinternalisasi sebagai bagian dari upaya membentuk perubahan baru penyesuaian diri. Diharapkan mereka mampu membentuk kesatuan jati diri sehingga mereka lebih siap beradaptasi dan menyiapkan sumberdaya dirinya untuk kekuatan belajar di kampus dengan lingkungan, budaya dan identitas baru. Kampus ditransformasi menjadi konsep diri dan jiwa sosial mahasiswa.

Orientasi menjadi proses transformasi nilai-nilai kampus sehingga mahasiswa baru memperoleh spirit yang direkam sebagai nilai baru. Sejalan dengan itu, mahasiswa baru membutuhkan pengetahuan dan miniatur pengalaman menjadi bagian dari kesatuan (korps) universitas yang dibangun melalui kinerja akademik.

Apa yang kemudian mendasari cara kerja mengelola OPAK (Orientasi Pengenalan Akademik) ? Berpijak pada nurani. Mahasiswa baru adalah sosok baru yang perlu tahu dunia kampus bahkan mereka sedang mencari tahu bagaimana seharusnya mereka menjadi mahasiswa. Mereka perlu difasilitasi secara manusiawi dan didorong untuk melakukan transformasi personal dan interpersonal secara ramah agar mereka move on menjadi mahasiswa dalam kesatuan nilai dan semangat universitas.

Internalisasi profesional. Organisasi OPAK perlu disajikan dengan baik dan menggambarkan suatu kerja yang visioner. Dalam tahap proses belajar, pengelolaan tidak hanya mewarisi kebiasaan yang telah lalu tetapi bagaimana OPAK dikemas menggunakan visi dan menejemen perubahan yang selalu disesuaikan dengan daya dukung memaksimalkan kapasitas   diri dan kelompok menjadi lebih berkualitas.

Melatih berpikir kritis. Berpikir kritis selalu melekat di identitas mahasiswa. Meskipun ada kode etik, berpikir kritis adalah kekuatan yang merangkum sikap dan perilaku atas dasar optimalisasi dinamika berpikir untuk mencapai derajat kebenaran tertinggi. Bahwa pengelolaan OPAK bernalar kritis berarti panitia bekerja tidak hanya mengandalkan okol tetapi memilik basis filosofis dan visi kerja yang selalu menopang dinamika penalaran untuk mencapai kebenaran (kualitas kerja) yang tidak semata-mata berdimensi aksi pragmatis. Pekerjaan bernalar kritis adalah pekerjaan menginspirasi, memaksimalkan dorongan internal untuk mencapai hasil-hasil yang mengubah kebiasaan lama melahirkan pencerahan baru.

Pengelolaan OPAK bagian dari layanan mengambil hati orang lain agar mahasiswa baru mampu melejit memaksimalkan diri mendapat pijakan menjadi mahasiswa fakultas psikologi yang memiliki dorongan internal untuk mencapai prestasi generasi unggul, bukan generasi yang penuh tekanan dari proses hegemoni yang menjadi pragmatis dan stagnan, apalagi cengeng.

Penulis: Dr. Moh. Mahpur. M.Si
(Wakil Dekan III Bidang Kemahasiswaan, Alumni dan Kerjasama)

[button href=”http://psikologi.uin-malang.ac.id/wp-content/uploads/2015/08/11884694_10207522807576582_5699714445175241181_o.jpg” rounded=”” size=”btn-mini” style=”red” target=”_blank”]Simpan [/button]