Katakan No yang Reasonable pada Anak (Part IV)

Kita Melangkah Tidak LatahPsychoNews – Seminar Parenting bertema “Kita Melangkah Tidak Latah” yang diadakan oleh Sanggar Cendekia Malang yang juga bekerja sama dengan Fakultas Psikologi UIN Maliki Malang mengupas tentang peran orang tua sebagai lingkungan pertama yang dikenal oleh anak dalam membentuk pola asuh yang baik bagi anak (27/5). Banyak peserta seminar yang bertanya dengan memberikan suatu kasus yang mereka alami. Dra. Wiwiek Joewono, moderator seminar pun menyuguhkan sebuah pertanyaan yang tak kalah menarik. Ia bertanya, “Bagaimana mengenai orang yang berpendapat bahwa orang tua tidak boleh melarang apa yang dilakukan anak dan tidak boleh berkata No! pada anak?”. Pertanyaan tersebut ditujukan kepada Dr. Elok Halimatus Sakdiyah, M. Si selaku narasumber dalam seminar tersebut. Elok menjawab bahwa orang tua hendaknya memahami saat-saat yang tepat ketika harus melarang atau membiarkan. “Orang tua harus mengetahui kapan anak dilarang dan kapan anak dibiarkan, sehingga kita boleh mengatakan no yang reasonable,” ujarnya.

Narasumber lain, Drs. Kentar Budhojo, M. Pd, menceritakan pula bahwa ia pernah menemukan sebuah kalimat yang terpampang di suatu sekolah. Kalimat tersebut berbunyi “Don’t say no to the kids!”. Kalimat ini bertujuan agar anak bebas mengeksplor apa yang ingin ia lakukan tanpa kekangan dari orang tua ataupun guru. Namun, ada pula akibat yang ditimbulkannya. Kentar menemukan fakta bahwa di sekolah tersebut siswa bebas berlari-lari hingga menaiki meja gurunya dan sang guru hanya diam saja tanpa menegur dan melarang siswa tersebut. Lalu, apakah kalimat jargon tersebut tepat guna? Kentar menyatakan bahwa ia sepakat dengan yang dikatakan oleh Elok mengenai orang tua yang harus mengatakan no yang reasoable pada anak.

Elok menambahkan bahwa orang tua memang tidak seharusnya mengekang anak, namun jika anak terlalu dibebaskan, hal tersebut akan menjadi permisif. “Anak juga jangan terlalu dibebaskan, nanti jadinya permisif,” katanya. Pola asuh terbaik yang diberikan orang tua dinamakan pola asuh otoritatif/demokratis. Dalam pola asuh ini, anak diberikan kesempatan untuk mengeksplor keinginan dan harapannya, namun orang tua tetap harus mengontrol kegiatan anak. Sedangkan pola asuh permisifadalah pola asuh yang terlalu membebaskan anaknya, yaitu tipe orang tua yang tidak pernah mengatakan no pada anaknya. Permisif terbagi menjadi dua, yakni Permissive-indulgent dan Permissive-indifferent. Permissive-indulgent merupakan pola asuh dimana orang tua sangat tidak terlibat terhadap kehidupan anak. Sedangkan Permissive-indifferent adalah pola asuh dimana orang tua sangat terlibat dalam kehidupan anak. Dalam hal ini bisa dikatakan orang tua sangat memanjakan dan menuruti segala kehendak anaknya, sehingga berakibat pada kurangnya pengendalian diri pada anak.

Jenis pola asuh yang terakhir adalah otoriter, dimana anak diatur sepenuhnya oleh orang tua tanpa diberikan kesempatan untuk mengungkapkan keinginannya. Orang tua yang memberikan pola asuh seperti ini selalu mengatakan no terhadap kehendak pribadi anaknya. Hal ini biasanya akan membentuk anak yang kurang percaya diri karena mereka tidak diajari bagaimana mengambil keputusan dan belajar mandiri.(Red. qr)

Reportase: Sofia Musyarrafah

Baca Juga:

button unduh artikel