Pendampingan TFT Pembina : Membangun Pesantren Ramah Santri sebagai Wujud Sinergi dengan Fakultas Psikologi

Sebagai tindak lanjut dari kegiatan pelatihan dan pembinaan pesantren ramah santri yang sebelumnya telah dilaksanakan, para pembina pesantren Tebuireng kini melanjutkan penyebaran materi kepada pembina lain di berbagai unit. Pelatihan ini awalnya disampaikan oleh Tim Psikologi dari UIN Maulana Malik Ibrahim Malang dan kini dipraktekkan oleh pembina yang telah mengikuti pelatihan. Mereka dibagi ke dalam empat kelompok yang nantinya bertanggung jawab menyampaikan materi yang telah mereka terima.

Pembagian ini memungkinkan penyampaian materi yang lebih mendalam dan disesuaikan dengan kebutuhan setiap unit pesantren.
Materi yang disampaikan mencakup beragam topik penting, seperti Pesantren Well Being, komunikasi efektif, dasar-dasar konseling, praktik konseling, self care, Psychology First Aid, serta dinamika kelompok. Semua topik ini bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan mental dan emosional santri, serta memperlengkapi para pembina dengan keterampilan yang diperlukan untuk menjadi konselor yang baik dan tepat sasaran.

Kelompok pertama terdiri dari pembina pondok putri yang melaksanakan kegiatan di Rumah Bapak Haji Lukman. Mereka diberi ruang untuk berdiskusi dan mendalami materi tentang teknik-teknik konseling khusus untuk santri putri. Dalam pelatihan ini, fokus utama adalah bagaimana menyeimbangkan pendidikan agama dengan pendekatan psikologi yang memperhatikan kesehatan mental santri putri, terutama dalam menghadapi tantangan keseharian mereka di lingkungan pesantren.

Kelompok kedua terdiri dari pembina SMA dan SMP Tebuireng yang melaksanakan kegiatan di Gedung Wahid Hasyim, aula lantai tiga, serta perpustakaan lantai satu. Dalam kelompok ini, diskusi lebih diarahkan pada interaksi dengan santri di jenjang pendidikan menengah. Para pembina dihadapkan pada tantangan dalam menjaga keseimbangan antara memberikan disiplin yang sesuai dan memperhatikan kebutuhan psikologis santri remaja, yang berada dalam fase perkembangan emosional yang sangat dinamis.


Di lokasi yang berbeda,Kelompok ketiga yang terdiri dari pembina Pesantren Trensains Tebuireng Jombang, melaksanakan kegiatan di Balai Diklat. Fokus mereka adalah penerapan ilmu psikologi dalam pendidikan berbasis ilmu pengetahuan dan teknologi. Dengan tekanan akademik yang tinggi di pesantren sains, para pembina dilatih untuk memahami dan merespons kebutuhan emosional santri secara lebih holistik, dengan harapan dapat menciptakan lingkungan pembelajaran yang kondusif.

 

Kelompok terakhir terdiri dari pembina di Pondok Tebuireng Kesamben. Di sini, mereka menyesuaikan materi yang diberikan oleh Tim Psikologi dengan karakteristik santri di pesantren tradisional. Fokus utama mereka adalah mengintegrasikan teori psikologi dengan pendekatan personal dalam memberikan bimbingan konseling, terutama untuk mendukung perkembangan spiritual dan moral santri. Pendekatan ini sangat penting di pondok tradisional yang cenderung berfokus pada pendidikan agama.

Menurut salah satu pembina yang terlibat, kegiatan ini merupakan sebuah pengalaman baru dan tantangan tersendiri bagi mereka. Selama ini, mereka belum pernah mendapatkan pelatihan formal yang berfokus pada psikologi dan konseling, sehingga kesempatan ini menjadi ajang pembelajaran yang sangat berharga. Mereka merasa lebih siap untuk menjadi konselor yang mampu membantu santri menghadapi berbagai permasalahan, baik yang bersifat akademis, sosial, maupun emosional.

Selain itu, para pembina juga mendapatkan pemahaman tentang pentingnya self care bagi mereka sendiri. Sebagai individu yang bertanggung jawab atas kesejahteraan santri, mereka juga harus menjaga kesehatan mental dan emosional mereka. Pelatihan ini mengingatkan mereka bahwa seorang pembina yang sehat secara mental akan lebih mampu memberikan dukungan yang efektif bagi santri.

Pelatihan Psychology First Aid juga menjadi salah satu poin penting dalam kegiatan ini. Para pembina dilatih untuk memberikan pertolongan pertama dalam kasus-kasus darurat psikologis, seperti ketika santri mengalami krisis emosional atau stress berat. Ini merupakan keterampilan penting dalam menciptakan pesantren yang lebih peduli dan tanggap terhadap kondisi psikologis santri.

Setelah sesi pelatihan ini, para pembina diberikan kesempatan untuk langsung mempraktikkan teori-teori yang telah mereka pelajari. Hal ini dilakukan melalui sesi simulasi dan role-playing, di mana mereka dihadapkan pada situasi nyata yang mungkin terjadi di pesantren. Tujuannya adalah agar para pembina memiliki kepercayaan diri dalam menangani masalah yang muncul, serta mampu memberikan bimbingan yang tepat dan efektif.

Meskipun kegiatan ini telah selesai, para pembina berharap bahwa pelatihan serupa dapat terus dilanjutkan di masa depan. Menurut mereka, masih banyak hal yang perlu dipelajari dan dikembangkan, terutama dalam menghadapi dinamika yang terus berubah di lingkungan pesantren. Para pembina juga berharap bahwa kegiatan berkelanjutan ini akan memberikan dampak yang lebih besar terhadap kesejahteraan santri, baik secara mental maupun spiritual.

Dengan demikian, kegiatan ini diharapkan tidak hanya menjadi sebuah proyek sekali jalan, tetapi juga sebagai awal dari serangkaian program pelatihan yang lebih terstruktur dan berkelanjutan. Keterlibatan semua pihak, mulai dari tim psikologi hingga para pembina di tingkat lokal, menjadi kunci keberhasilan dalam menciptakan lingkungan pesantren yang benar-benar ramah santri.

Fahmi