Volunteer TESA Wujudkan Kota Malang “Layak Anak”

Volunteer TESA UIN Psikologi MalangFPsi UIN Maliki Malang – Bulan lalu (04/12/13) Fakultas Psikologi UIN Maliki Malang melakukan koordinasi dengan BKBPM (Badan Keluarga Berencana dan Pemberdayaan Masyarakat) dan Fakultas Psikologi se-Malang Raya guna membahas pendampingan konseling anak. Nampaknya kerjasama tersebut, tidak hanya sebatas nota kesepahaman semata. Bentuk kerjasama Fakultas Psikologi UIN Maliki Malang dengan beberapa Fakultas Psikologi se-Malang Raya dan BKBPM kota Malang akan menurunkan mahasiswa psikologi sebagai volunteer yang tergabung di TeSA (Telepon Sahabat Anak). Para volunteer nanti akan diterjunkan secara intensif di 12 kantor kelurahan, Kota Malang. Hal ini guna melayani konsultasi psikologi untuk anak yang bermasalah, para korban-pelaku KDRT, masalah tumbuh kembang anak serta keluhan-keluhan psikologis lainnya. Namun, tentu saja para volunteer tidak serta merta langsung diterjunkan ke masyarakat tanpa bekal ilmu dan pengalaman yang cukup. Oleh karena itu, Sabtu 11 Januari 2014 BKBPM bekerja sama dengan Fakultas Psikologi UIN Maliki Malang mengadakan TOT (Training of Trainer) kepada volunteer Tesa yang berjumlah sekitar 120 volunteer dari berbagai fakultas psikologi di Malang Raya ini, dengan mengusung tema “Fasilitasi Pelayanan Terpadu Perlindungan Anak dan Perempuan Kota Malang Tahun 2014”  bertempat di Auditorium Fakultas Humaniora dan Budaya UIN Maulana Malik Ibrahim Malang. Training yang dibuka oleh Dekan Fakultas Psikologi UIN Maliki Malang ini, diisi oleh pemateri yang merupakan para ahli hukum yang sudah terbiasa menangani kasus-kasus kekerasan dalam rumah tangga, salah satunya adalah LSM Women’s Crisis Centre (WCC) Dian Mutiara.

Seperti yang dipahami bersama, Kota Malang telah meraih penghargaan sebagai “Kota Layak Anak” kategori Pratama tahun 2012 dan tahun 2013. Sebutan “Kota Layak Anak” adalah terpenuhinya hak-hak anak, meliputi hak hidup, hak perlindungan, hak tumbuh kembang dan hak berpartisipasi. Memang sudah ada beberapa hal yang telah dilakukan BKBPM demi tercapainya kota layak anak yaitu dengan upaya pemenuhan kebutuhan dasar anak-anak yang ada di Kota, salah satunya dengan pembuatan akte kelahiran. Namun ketika di lapangan, banyak dijumpai pelaporan terhadap kasus-kasus kekerasan yang terjadi pada perempuan dan anak. Oleh karena itu, diperlukan kerjasama dari semua elemen masyarakat untuk menekan angka kekerasan sehingga dapat mewujudkan Kota Malang Layak Anak. “Kami sebenarnya sangat tergantung dengan bantuan perguruan tinggi.” ujar El Zam Zami kepala bidang Pemberdayaan Perempuan dan Anak BKBPM kota Malang.

Fasilitas pelayanan terpadu perlindungan anak dan perempuan Kota Malang ditafsirkan sebagai pelayanan terpadu dalam menangani kasus kekerasan yang telah merajalela. Kekerasan tidak dapat dilihat dari aspek hukum saja, melainkan juga harus dilihat dari aspek medis, psikologis, dan sosial. Sehingga diperlukan sinergi yang kuat untuk dapat menuntaskan angka kekerasan di Kota Malang. Sri Wahyuningsih SH, M. Hum (dkk) WCC Dian Mutiara menjabarkan KDRT dari segi hukum yakni alasan seseorang melakukan tindakan kekerasan. KDRT dapat terjadi sejak pra nikah, nikah, hingga pasca nikah. Kekerasan tersebut meliputi kekerasan pada fisik, psikis, ekonomi, dan seksualitas. “Menurut KOMNAS HAM, kekerasan banyak terjadi pada perempuan yang tidak bekerja dan perempuan yang bekerja pada sektor non formal.” ujar  Wahyu. “Satu hal yang perlu dingat, perbedaan antara laki-laki dan perempuan akan menuju diskriminasi dan eksploitasi.” lanjut ibu energik ini. Hal ini menjelaskan bahwa perbedaan gender juga berperan dalam melatarbelakangi  tindak kekerasan.

Ayu Dyah Hapsari, S.Psi, M.A partner Ibu Wahyu dalam menangani kasus-kasus kekerasan memaparkan bahwa salah satu kunci menjadi menjadi konselor adalah empati. Jarang sekali seseorang bisa menahan diri untuk tidak berkomentar. Dosen psikologi berparas ayu ini juga mengungkapkan bahwa pengkondisian positif environtment sangat dibutuhkan agar tindak kekerasan tidak terus-menerus terjadi.  “Anak yang tumbuh dilingkungan keras maka akan menjadi pribadi yang keras dan akan melakukan kekerasan di masa mendatang.” tandas beliau. Pada akhir sesi, Bu Wahyu membagi para volunteer menjadi beberapa kelompok dan memberikan kasus-kasus kekerasan yang marak terjadi, mulai dari KDRT hingga trafficking. Mereka ditugaskan untuk melakukan role play sesuai dengan kronologis kasus yang didapat. Para volunteer TESA sangat antusia memperagakan kronologis kasus. Tak hayal muncul celetukan yang membuat seisi ruangan tertawa menggelegar. Antusias ini disambut baik oleh pihak BKBPM. (Red. @Surur_ID)

Kontributor: Irjayanti Rinjani

Baca Juga:

Volunteer TESA 2014

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *