Raih IPK 3,93, Isma Junida Torehkan Sejarah Fakultas Psikologi

Isma Junida Psikologi UIN Malang
Bahagia: Isma Junida Mahasiswa Psikologi Lulusan Terbaik Pertama UIN Maliki Malang Periode Maret 2015

Sabtu (28/3) UIN Maulana Malik Ibrahim Malang menggelar acara wisuda bagi para mahasiswanya, baik dari program sarjana maupun pascasarjana. Acara yang diselengarakan di Gedung Jenderal Besar Soeharto itu dipadati oleh para wisudawan dan wali wisudawan sejak pagi. Dalam wisuda periode Maret 2015 tersebut, terdapat 3 mahasiswa yang berhasil meraih gelar wisudawan terbaik tingkat universitas. Mereka yaitu Isma Junida dengan Indeks Prestasi Kumulatif (IPK) 3,93; Maulizatul Wahdah .A. dengan IPK 3,92; dan Nur Wahyuni dengan IPK 3,88. Wisuda tersebut tampaknya menorehkan sejarah tersendiri bagi Fakultas Psikologi. Pasalnya, Isma Junida yang berhasil menyabet posisi wisudawan terbaik pertama tersebut tidak lain merupakan mahasiswa Jurusan Psikologi. Hal tersebut menjadi prestasi pertama dalam sejarah Fakultas Psikologi UIN Malang karena biasanya yang berhasil menjadi wisudawan terbaik tingkat jurusan berasal dari selain Jurusan Psikologi.

Isma Junida berhasil menamatkan studinya di kampus Ulul Albab tersebut selama 7 semester. Perempuan kelahiran Blang Pidie, 8 Juni 1994 itu mengaku senang dengan kelulusannya saat itu. Namun, tidak dapat dipungkiri masih ada ketakutan yang dia rasakan terkait apa yang harus dilakukan selepas mendapatkan gelar sarjananya. “Masih bingung sih. Tapi, ada rencana mau lanjut S2. Untuk tempatnya masih belum tahu,” ujar perempuan yang akrab disapa Isma itu.

Isma juga menuturkan bahwa sebenarnya dia memang tertarik dengan dunia akademis. Oleh karena itu, dia telah memiliki beberapa rencana untuk melanjutkan studinya. “Kalau di Indonesia, aku ingin ambil Profesi Klinis. Kalau untuk di luar negeri, sih, ingin ambil Program Master Psikologi Klinis atau Psikologi Sosial,” tambahnya.

Selama menjadi mahasiswa di UIN Malang, banyak pengalaman yang didapatkan oleh perempuan berdarah Aceh tersebut. Dia sangat mengagumi keramahan dari orang-orang yang dikenalnya di sana. Itulah yang kemudian menyebabkan dia merasa diterima dengan baik di UIN Maliki Malang. Isma juga sempat bercerita mengenai keakrabannya dengan para mahasiswa dan dosen di Fakultas Psikologi. Bahkan, dia mengaku cukup intens mengadakan diskusi maupun kajian mengenai keilmuan dengan beberapa dosen di Fakultas Psikologi sejak semester pertama. Tidak hanya itu, dia juga sering melakukan karaoke bersama dengan dosennya. Baginya, kegiatan semacam itu tidak dapat terlupakan. Pasalnya, jarang ada dosen yang dapat dengan mudah menjalin keakraban dengan para mahasiswanya. Seakan-akan tidak ada sekat antara dosen dan mahasiswa. “Jarang aja sih nemuin orang-orang ramah seperti mereka (dosen dan mahasiswa_red). Tapi, sayangnya kalau sama dosen akrabnya cuma di luar kelas. Kalau di dalam kelas ya gak seakrab itu,” ungkap Isma.

Perjuangan Isma untuk menamatkan kuliahnya di Fakultas Psikologi memang tidak mudah. Sebenarnya, orang tua Isma menginginkan dia untuk menjadi seorang dokter. Isma pun berusaha menuruti keinginan orang tuanya. Serangkaian tes telah dijalaninya agar dapat lolos di Fakultas Kedokteran. Namun, takdir berkata lain. Tidak ada satu pun di antara tes tersebut yang lolos. Kemudian dia pun memutuskan untuk melanjutkan studi di Fakultas Psikologi UIN Malang.

Kegagalannya untuk mengenyam bangku kuliah di Fakultas Kedokteran tidak serta merta menurunkan semangat belajar perempuan yang hobi membaca itu. Pada semester pertama di Fakultas Psikologi, dia justru semakin terpacu untuk fokus dan belajar dengan serius. Pasalnya, saat itu dia sempat terpikir untuk melanjutkan keinginannya untuk melakukan tes di Fakultas Kedokteran pada semester berikutnya. Kegigihannya pun membuahkan hasil yang sangat luar biasa. Pada semester pertama, Isma berhasil meraih Indeks Prestasi (IP) 4,00. Dalam ranah perkuliahan, IP tersebut merupakan IP tertinggi yang dapat diperoleh mahasiswa. Namun, Isma justru tidak mengetahui hal tersebut. Dia baru menyadarinya ketika teman-teman memberitahunya.

Mengetahui hal tersebut, Isma pun semakin terpacu untuk meningkatkan belajarnya pada semester 2. Dia berusaha memaksimalkan IP dan mengurungkan niatnya untuk menjalani tes di Fakultas Kedokteran. “Lebih baik maksimalkan yang dijalani sekarang aja,” ujarnya. Namun, sayangnya dia tidak dapat mempertahankan IP yang dia dapatkan sebelumnya. Pada semester 2, IP-nya justru menurun, walaupun tidak terlalu drastis.

Perempuan yang mengaku berkeinginan untuk menjadi peneliti tersebut tidak hanya menonjolkan prestasinya pada bidang akademis saja. Dia juga merupakan sosok yang cukup sering bergelut dengan dunia keorganisasian. Sejak semester 2, dia sudah tercatat sebagai bagian dari Dewan Eksekutif Mahasiswa (DEMA) Fakultas Psikologi, khususnya di LSO Tahfidz. Pengalamannya di bidang organisasi tidak berhenti di sana. Dia juga menjadi anggota Hai’ah Tahfidz Qur’an, UKM LKP2M, Lembaga Psikologi Terapan (LPT), juga Psychology Learned Community (PLC). Organisasi yang diikutinya tidak menghalanginya untuk tetap berprestasi di bidang akademik. “Kuliah tetap jadi prioritas, kalau organisasi hanya sampingan saja untuk menambah ilmu baru. Aku ikut organisasi sebenarnya juga karena disaranin sama dosen. Temen-temen juga banyak yang ikut. Ya akhirnya aku ikut juga,” jelasnya.

Mempertahankan prestasi di tengah keikutsertaannya dalam beberapa organisasi memang patut diacungi jempol. Terbukti, pada bulan Desember tahun lalu, Isma bersama 2 mahasiswa Psikologi lainnya berhasil mempresentasikan hasil risetnya di Global Conference on Business and Social Sciences (GCBSS) Kuala Lumpur, Malaysia. Dengan prestasinya tersebut, Isma menunjukkan bahwa prioritas utamanya sebagai mahasiswa tetaplah pada kuliah. Organisasi tidak seharusnya dijadikan alasan untuk menghalanginya dalam meraih prestasi akademik. Organisasi merupakan salah satu tempat yang dapat dijadikan sebagai ladang mencari ilmu selain di kelas.

Mampu menuntaskan studi di universitas dengan IPK yang terbilang cukup tinggi memang memerlukan perjuangan yang tidak mudah. Seperti yang selama ini dialami oleh Isma. Oleh karena itu, dia berpesan kepada mahasiswa lain, khususnya yang masih berada di semester 1 hingga 4, untuk dapat memaksimalkan belajar dan pandai mengatur waktu sebaik-baiknya. Tentunya agar ke depannya mendapat hasil yang maksimal dan memuaskan. “Maksimalkan waktu aja di semester itu buat ngejar IP. Karena kalau sudah semester selanjutnya, setiap mahasiswa pasti udah punya tujuan sendiri-sendiri,” pesannya. (Red. Af/Ms)

Penulis: Luluk Khusnia (LSO Jurnalistik)

>>Simpan Artikel