Nafisatul Wakhidah, Juara 1 LKTIA Nasional: Keluarga adalah Akar Pendidikan Anti Korupsi Terbaik

Nafisatul Wakhidah Psikologi UIN Malang Juara I LKTIAFPsi UIN Maliki Malang – Di tengah maraknya kasus korupsi dan berbagai macam permasalahan yang multidimensi yang sedang terjadi di tanah air, maka sudah selayaknya kita patut bermawas diri atas perubahan-perubahan yang terjadi di masa depan sebagai masa perjalanan generasi penerus bangsa. Karena jika tidak, maka bangsa kita akan menjadi lebih terpuruk, sulit untuk bangkit kembali dari kelelahan menanggung derita permasalahan yang tampaknya memang rumit untuk diselesaikan. Di sisi lain, untuk menghasilkan sebuah cara yang efektif dan efisien untuk meminimalisir keadaan-keadaan tersebut maka kita pun perlu menumbuhkan harapan dan cita-cita yang tinggi, yang tak sekedar di angan, namun juga dengan jerih payah maksimal agar dapat terealisasi sesuai dengan garis dan pola yang benar. Begitulah kiranya yang tercermin dari sosok Nafisatul Wakhidah. Mahasiswa semester 6 Fakultas Psikologi UIN Maulana Malik Ibrahim Malang ini telah berhasil menyabet Juara pertama dalam ajang Lomba Karya Tulis Ilmiah Al-Quran yang diselenggarakan oleh Lembaga Tahfid dan Ta’lim al-Quran UIN Syarif Hidayatullah Jakarta (18-20/4). Tema yang diangkat adalah Revitalisasi Peran Keluarga dalam Pendidikan anti Korupsi Menuju 100 Tahun Kemerdekaan Indonesia.

Perempuan yang akrab disapa Nafis ini menyempatkan waktunya untuk berbagi cerita dengan reporter PsychoNews. “Saya tidak menyangka, walaupun sebelumnya pernah mengikuti kompetisi Riset PIONIR, ini merupakan kali pertama saya mendapat juara dalam bidang KTI,” ungkapnya. Nafis berkata bahwa sebelumnya dia sempat kebingungan karena kurang memahami prosedur penulisan Karya Tulis Ilmiah al-Quran. “Karena waktu itu pendaftarannya mendadak, jadi saya berfikir keras bagaimana agar bisa maksimal, akhirnya saya gunakan riset saya dan saya modifikasi, kemudian saya kembangkan. Bedanya, kalau dulu lebih cenderung pada hasil penelitiannya, sekarang lebih kepada penulisan artikel dan saya mengangkat peran keluarga sesuai dengan al-Quran,” terangnya. Akhirnya,

Nafis menceritakan kesimpulan yang dapat menjadi pelajaran bagi seluruh keluarga Indonesia.“Sebenarnya solusi terhadap masalah bangsa, terutama seperti masalah korupsi itu ada di pola asuh orang tuanya. Dalam al quran sendiri Allah sudah berpesan bahwa anak adalah titipan untuk orang tua. Dalam hadits juga dijelaskan bahwa ayah adalah pemimpin keluarga dan ibunya adalah pemimpin bagi rumah tangga, sehingga dari sini kita memahami bagaimana tanggung jawab keluarga dalam mendidik anak-anaknya sehingga siap untuk menghadapi zamannya di masa depan,” katanya.

Memang, sebagaimana yang pernah ditegaskan oleh presiden Soekarno, bahwa tugas berat bagi bangsa Indonesia dalam mengisi kemerdekaan adalah mengutamakan pelaksanaan Nation and Character Building. Bahkan beliau menegaskan, jika pembangunan karakter ini tidak berhasil, maka bangsa Indonesia hanya akan menjadi bangsa kuli.

Upaya preventif dalam menangani kasus korupsi dapat dilakukan lewat jalur pendidikan masyarakat dalam upaya penanaman nilai antikorupsi dalam pengasuhan anak oleh keluarga. Mendidik generasi muda dengan menanamkan nilai-nilai etika dan moral yang diperlukan dalam kehidupan bermasyarakat. Hal tersebut sangat penting untuk diperhatikan karena keluarga sebagai organisasi sosial terkecil dalam masyarakat memiliki peran dasar dan pengaruh yang signifikan dalam penanaman nilai dan pembentukan perilaku anak.

Orang tua juga merupakan suri tauladan bagi anaknya, dari orang tua lah akan timbul pembiasaan perilaku anak karena perilaku korupsi bisa muncul dari pola pengasuhan yang kurang baik. Lagi, penanaman sikap yang diterapkan selama pembentukan karakter pada akhirnya akan membentuk perilaku dan puncaknya karakter tersebut akan menjadi sebuah perilaku laten yang tak mudah diubah kecuali dengan kemauan yang kuat oleh masing-masing individu yang menjalaninya.

“Permasalahan utama yang terjadi adalah di era modern ini, banyak keluarga yang hanya ingin ingin instannya saja, anak dimasukkan dalam sekolah termahal, dimasukkan TPQ, dititipkan di mana-mana dengan harapan setelah keluar dari sana, si anak bisa menjadi orang baik seperti yang diharapkan orang tuanya. Padahal itu semua belum tentu menjamin pendidikan karakter yang baik pada anak,” ungkap Nafis.

Menurut kajian Psikologi Perkembangan, Pendidikan antikorupsi harus dimulai sedini mungkin, karena perkembangan awal lebih kritis daripada perkembangan selanjutnya. Di dalamnya anak sedang berada pada masa tertinggi dalam menguasai keterampilan dasar membaca, menulis, secara formal berhadapan langsung dengan dunia yang lebih luas dan lengkap dengan budayanya juga prestasi adalah tema sentral dalam dunia mereka yang disertai dengan kontrol diri yang meningkat.

Islam sendiri telah menjelaskan mengenai pendidikan karakter yang baik untuk anak seperti yang tercantum al-Quran surat at-Tahrim ayat 4 yang berarti:

“Wahai orang-orang yang beriman jauhkanlah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu, penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka yang selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.”

Begitu pula dalam hadits yang diriwayatkan bahwa Umar berkata kepada Rasulullah: “Wahai Rasulullah, mungkin kami dapat menghindari dari api neraka, tapi bagaimana dengan keluarga kami?” Maka Rasulullah menjawab: “Jauhkanlah mereka dari hal yang dilarang oleh Allah dan suruhlah mereka mengerjakan apa-apa yang diperintahkan oleh Allah. Itulah yang akan menghalangi mereka dari api neraka.”

Ibnu Mundzir dan Syaikh Hakim juga meriwayatkan dalam shohihnya, mereka mendengar dari Sayyidina Ali, bahwa Rasulullah berkata: “Ajarilah diri dan keluarga kalian tentang kebaikan dan didiklah mereka”. Dan yang dimaksud dengan “ahli/keluarga” adalah meliputi istri, anak, budak/pembantu rumah tangga/pekerja di rumah dan ummat.

Navis berharap bahwa sebagai generasi terbaik kita harus menyadari pentingnya pembentukan karakter bangsa dan menanamkan arti kebangsaan dalam diri. “Dengan memahami itu semua, kita akan memahami dimana kita bisa mengambil peran untuk memajukan indonesia. Memang butuh semua komponen yang saling bersinergi. Karena dari ibu yang baik akan lahir anak yang baik, dari anak yang baik akan membentuk keluarga yang baik sehingga akan membentuk desa yang baik dan membentuk profesi yang baik sehingga membangun Indonesia yang baik. Jadi, mari kita mulai dari diri sendiri,” pungkasnya. (qin)

Reportase: Queen Rahma

Baca Juga: