Harmony in Diversity, Psikolog Harus Pro-aktif (Part I)

1FPsi UIN Maliki Malang – Indonesia adalah bangsa yang majemuk dengan berbagai keanekaragaman suku, budaya, ras dan agama. Perbedaan itu seharusnya membuat bangsa ini menjadi sesuatu yang indah, tapi disatu sisi perbedaan seolah telah menjadi petaka besar bagi bangsa kita. Tanggap dengan persoalan, Fakultas Psikologi UIN Maliki menggelar Internasional Seminar dan Workshop kemarin (14/12) dengan tema “Harmony in Deversity: An Intereligious Conflict Resolution in Indigenous Psychology Perspective”. Event ini menjadi wadah bagi para Psikolog agar berperan aktiv dalam upaya penyelesaian konflik antar ras, suku, budaya dan agama diberbagai belahan dunia.  Sambutan positif diberikan tidak hanya dari tuan rumah saja, terdapat beberapa partisipant dari luar seperti: UB, UM, UNISMA, UMM, STAIN Kudus, UII Yogyakarta, UNS, tokoh agama yang berbeda, dan LSM yang berkecimpung turut hadir dalam event tersebut. Narasumber pakar sesuai tema yang di undang adalah; Dr. Gavin B. Sullivan BSc (Hons:1), BA, PhD, GCHE, CPsycho dari Leeds Metropolitan University, Inggris, Prof. Dra. Kwartarini Wahyu Yuniarti, M.Med. SC, Phd dari Universitas Gadja Mada, serta Dr. Ichsan Malik, M.Si dari Universitas Indonesia. Acara dibuka dengan sambutan dari M. Lutfi Mustofa M.Ag, selaku dekan Fakultas Psikologi UIN Maliki, “Terimakasih dan selamat  kepada seluruh rekan kerja Fakultas Psikologi atas terlaksananya kegiatan ini, dan saya berharap peserta menikmati dan mendapat manfaat dari seminar ini”, ucap dekan dalam sambutannya.

Gavin memuji event yang di adakan fakultas psikologi, ia menilai seminar ini sangat penting melihat banyaknya bencana, konflik dan kerusuhan yang terjadi di dunia yang tak kunjung selesai. Menghadapi konflik antar umat beragama menggunakan pendekatan psikologis, menurut Ichsan Malik adalah mewujudkan cita rasa kebersamaan. Maluku menjadi contoh dari perdamaian konflik antar agama yang sukses dengan menganut asas “Senasib Sepenanggungan”. Peperangan yang terjadi berbeda dengan yang ada di Aceh. Kerusuhan dan konflik di Aceh murni urusan politik negara namun yang terjadi di Maluku lebih dari itu, pelaku dan korban sama saja.

Pendekatan psikologis lebih diutamakan, juru perdamaian mempromosikan slogan  “kita pe orang bersadara” yang bertujuan untuk meredam perbedaan dan mengutamakan kebersamaan. Hal ini juga ditunjang dengan adanya kesadaran diri disetiap unsur masyarakat, yang kemudian membentuk kesadaran  kolektif negeri untuk saling menghargai. Kesadaran inilah yang terus diperjuangkan setiap juru perdamaian konflik. Seminar ini juga menjadi inspirasi bagi psikolog agar turut andil bagian dalam upaya penyusunan strategi dalam mengatasi konflik dan upaya perdamain antar umat yang bermusuhan. Tentu akan menjadi suatu yang ironis jika seorang psikolog kurang peka dalam merespon isu permasalahan kemanusiaan disekitar kita. ujar dekan Fakultas Psikologi UIN Maliki ketika ditemui PsycoNews setelah sambutannya. (SHQ)

Reporter: Muhammad Saiful Haq (Mahasiswa Magang Reporter)

Editor     : @Surur_ID

Baca Juga:

Gavin B Sullivan2

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *