Psikologi Indigenous: Menjadi Indonesia yang Sebenarnya

Prof. Kwartarini Memaparkan Materi Saat Kuliah Tamu Menjadi Indonesia yang Sebenarnya
Prof. Kwartarini Memaparkan Materi Saat Kuliah Tamu Menjadi Indonesia yang Sebenarnya

PsychoNews – Kuliah tamu yang kembali digelar oleh Fakultas Psikologi UIN Maulana Malik Ibrahim (Maliki) Malang berlangsung semarak (14/04/16). Pasalnya, tak kurang dari 300 mahasiswa memadati ruangan Auditorium Fakultas Sains dan Teknologi UIN Maliki Malang ini menghadirkan dua pemateri hebat yang menjadi daya tarik tersendiri bagi peserta. Tidak tanggung-tanggung, guru besar dari Universitas Gadjah Mada (UGM), yakni Prof. Kwartarini Wahyu Yuniarti, M.Med.Sc,Ph.D dihadirkan di tengah-tengah mahasiswa psikologi UIN Maliki Malang. “Pematerinya Profesor Kwartarini guru besar UGM sama Pak Yahya dosen UIN yang hebat. Menarik banget,” kata Amalia, salah satu peserta kuliah tamu. Tema yang diusung dalam kuliah tamu kali ini yaitu “Menjadi Indonesia yang Sebenarnya” juga menambah ghirah para peserta “Temanya menarik, jadi penasaran dengan apa yang disampainan nanti. Aku di sini sejak pukul delapan biar dapet kursi paling depan,” ucap salah satu peserta.

‘Kibarkan bendera di atas tanah air sendiri, sudahkah aku memulainya?’ menjadi tayangan slide pertama yang disajikan oleh Prof. Kwartarini Wahyu Yuniarti, M.Med.Sc,Ph.D. Pertanyaan pembuka Prof. Kwartarini Wahyu Yuniarti, M.Med.Sc,Ph.D tersebut menggugah pemikiran para peserta. “Di slide awal aja udah merinding,” kata salah satu peserta. Prof. Kwartarini Wahyu Yuniarti, M.Med.Sc,Ph.D atau yang akrab disapa Bu Bo menjelaskan bahwa ketahanan ideologi dan sosial budaya nasional telah berada dititik rawan yang sepatutnya harus dijaga guna mempertahakan negara Indonesia. “Indikator ketahanan nasional antara lain geografis, demografis, kekayaan alam, ideologi, politik, ekonomi, sosial dan budaya, pertahanan dan keamanan. Di Indonesia, angka ketahanan yang paling rawan adalah ideologi dan sosial budaya,” jelas Prof. Kwartarini.

Prof. Kwartarini juga menyampaikan betapa berbahayanya jika indikator ideologi serta sosial budaya suatu bangsa lemah. Apabila hal ini terus dibiarkan, maka masyarakat suatu bangsa akan mudah terpengaruh dan mengakibatkan mereka tidak bisa merdeka di atas tanah mereka sendiri. “Ideolgi menjadi indikator yang penting bagi suatu bangsa, apabila indikator ideologi ini lemah, maka bisa dibayangkan betapa mudahnya mereka diombang-ambingkan dengan ideologi-ideologi dari luar,” jelas Bu Bo. Prof. Kwartarini juga memaparkan tentang proses internalisasi ideologi generasi pejuang kemerdekaan dengan generasi yang sekarang. “Kalau dulu, zaman pejuang bangsa negara Indonesia adalah experimental ideology, walk the talk, melakukan apa yang diucapkan. Kalau sekarang, kebanyakan hanya descriptive ideology, hanya didengarkan di kelas-kelas tanpa ada tindakan. Ini juga diperparah dengan tidak adanya model yang dijadikan panutan dalam berperilaku,” papar Prof. Kwartarini.

Prof. Kwartarini menyebutkan beberapa faktor penyebab dari permasalahan yang ada. “Sebenarnya, akar permasalahan yaitu kemandirian, tanggung jawab, etika dan moral, toleransi dan kebhinekaan, identitas, kreativitas, dan komitmen. Apabila hal-hal tersebut baik, maka baiklah suatu bangsa,” tegas Bu Bo. Maka dari itu, pendidikan masyarakat yang berbasis kognitif, afektif, dan psikomotor sangat penting untuk dilakukan. “Pendidikan masyarakat harusnya tidak hanya berbasis pada ranah kognitif saja, melainkan juga menyentuh ranah afektif dan psikomotor,” tambahnya. Sementara Drs. Yahya, M.A menegaskan kembali tentang hakikat pendidikan. “Pendidikan tidak untuk mencari pekerjaan, tetapi untuk menghilangkan kebodohan,” kata Yahya.

Selain menambah wawasan, kuliah tamu kali ini juga mampu membakar semangat mahasiswa untuk terus belajar dan melakukan yang terbaik untuk negeri. “Awalnya ya yang saya pikirin adalah ketidakpuasan, tentang Indonesia itu kaya sumber daya alam, tapi kok bisa tidak semua masyarakatnya sejahtera. Itu yang menjadi pertanyaan saya seputar Indonesia. Tapi setelah saya mengikuti kuliah tamu ini mata saya jadi terbelalak untuk tidak menjadi budak di tanah sendiri. Yang ada dipikiran saya bukan hanya tentang ketidakpuasan tetapi justru jadi harus bersemangat untuk terus belajar agar bangsa Indonesia menjadi pengatur di rumahnya sendiri. Karena bagaimapun kita adalah pemuda bangsa yang nantinya menjadi harapan bangsa,” ungkap Amalia, salah satu peserta.

Di akhir Prof. Kwartarini berpesan agar masyarakat Indonesia menjadi masyarakat yang merdeka dan tidak menjadi budak di tanah air sendiri. “Jangan mau menjadi budak di tanah sendiri. Kedaulatan, masuklah ke dalam darah dan daging manusia Indonesia. Jadilah orang yang merdeka, yang mampu mengatur kehidupannya sendiri,” terang Prof. Kwartarini. Prof. Kwartarini juga menyampaikan bahwa sebenarnya Indonesia memiliki kekayaan alam dan kebudayaan yang sangat luar biasa dan dengannya dapat menjadi pusat beradaban. “Sebenarnya, Indonesia bisa menjadi pusat peradaban dunia. Indonesia does not need the world, the world needs Indonesia. Kuncinya, focus and professional,” tutupnya. (Red. Ms)

Reportase: Setyani Alvinuha

Editor        : Nur Jihan

[button href=”http://psikologi.uin-malang.ac.id/wp-content/uploads/2016/04/Menjadi-Indonesia-yang-sebenarnya.pdf” rounded=”” size=”btn-mini” style=”red” target=”_blank”]Simpan Berita[/button]