Seks Bebas Peringkat Pertama Penyebaran HIV & AIDS di Indonesia

Gambar Ilustrasi di unduh dari google
Gambar Ilustrasi di unduh dari google

Dalam waktu tiap 25 menit di Indonesia terdapat satu orang baru terinfeksi HIV (Unicef Indonesia, 2012). Estimasi Kementerian Kesehatan Indonesia menyebutkan bahwa virus HIV & AIDS dipicu oleh penularan seksual dan pengunaan narkoba suntik. Pada tahun 2011 berdasarkan Data Penduduk dari Proyeksi Survei Antarsensus yang tercatat dalam, Laporan perkembangan situasi HIV & AIDS di Indonesia pada tahun 2011 didapati bahwa, Provinsi Papua menduduki peringkat teratas dengan jumlah kasus terbanyak sebesar 131 kasus, disusul dengan Papua Barat sebanyak 46 kasus, kemudian Bali dengan 43 kasus, lalu Jakarta menduduki posisi keempat dengan 43 kasus. Sementara itu, Provinsi Kepulauan Riau berada pada posisi kelima dengan jumlah kasus sebanyak 41, Maluku sebanyak 32 kasus, kemudian Kalimantan Timur sebanyak 13 kasus dan Kalimantan Barat sebanyak 11 kasus, terakhir Sulawesi Utara dan Sumatera Utara yang menduduki posisi dua terbawah dengan jumah kasus masing-masing sebanyak 10 dan 9 kasus.

Orang hidup dengan HIV & AIDS (ODHA) merupakan mereka yang telah terinfeksi HIV atau mengidap AIDS. Sejak tahun 2008 hingga 2016, Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit & Penyehatan Lingkungan (Dirjen PP & PL) Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes RI) telah menghimpun data fantastis mengenai jumlah infeksi HIV & AIDS di Indonesia yang diklasifikasikan menurut jenis kelamin, sebagaimana berikut:

Data Statistik HIV 2016

Banyak cara penyebaran virus HIV, bisa melalui jarum suntik bekas, transfusi darah, donor organ, ASI (air susu ibu), seks bebas, dan sebagainya. Dari berbagai hal yang menjadi faktor potensi penyebaran virus HIV, seks bebas merupakan hal yang paling menarik dan sensitif terhadap perkembangan remaja Indonesia saat ini. HIV & AIDS sebagai virus yang menyerang sel darah putih manusia dan menyebabkan penurunan kekebalan tubuh penderitanya. Virus-virus tersebut memanfaatkan kesempatan (opportunity) yang diberikan sistem kekebalan tubuh yang rusak, sehingga menyebabkan infeksi oportunistik (Murni dkk, 2009, h.10). Infeksi oportunistik adalah infeksi yang disebabkan oleh organisme yang menyebabkan penyakit tertentu pada orang dengan sistem kekebalan tubuh tidak normal dalam hal ini orang yang sudah terjangkit virus HIV & AIDS, namun infeksi ini juga mampu menyerang orang dengan sistem kekebalan yang buruk.

Terkait dengan virus HIV yang tersebar melalui seks bebas, banyak hal menarik yang dapat dikaji secara spesifik hingga menjadi penyumbang utama dari penularan virus HIV. Orang muda di Indonesia memiliki akses terbatas mengenai informasi dan pelayanan kesehatan seksual dan reproduksi. Seks seolah menjadi hal yang dianggap tabu dan tidak etis untuk dibicarakan dengan orangtua, guru dan penyedia pelayanan keehatan. Seiring dengan kemajuan teknologi dan perubahan zaman yang semakin cepat, kini siapapun termasuk remaja bahkan anak-anak memiliki akses bebas pada dunia internet. Mereka pun memilih untuk belajar mengenai seks melalui tontonan seksual yang selama ini dilarang atau ditabukan untuk dibahas secara transparan.

Seks bebas (free sex) sendiri merupakan perilaku yang didorong oleh hasrat seksual, dimana kebebasan tersebut menjadi lebih bebas jika dibandingkan dengan sistem regulasi tradisional dan bertentangan dengan sistem norma yang berlaku dalam masyarakat (Hartono, 1992). Hasil penelitian yang diterbitkan oleh Departemen Kesehatan menyebutkan, pada tahun 2007, laki-laki yang berusia sekitar 15-19 tahun memiliki persentase 5,7% masih lebih kecil dibanding dengan laki-laki berusia 20-24 tahun yang tingkat persentasenya yaitu 10,5%. Hal ini berbanding terbalik dengan persentase perempuan yang berumur sekitar 15-19 tahun yaitu 1,3% dan lebih rendah 0,1% daripada perempuan dengan kisaran 20-24 tahun. Sedangkan pada tahun 2012, kenaikan pesat terjadi pada remaja laki-laki yang meningkat sekitar 10% dari tahun 2007. Pada remaja perempuan, naik sekitar 0,4% dari tahun 2007. Seks bebas yang dilakukan oleh para remaja dapat menimbulkan virus HIV dan saling menularkannya pada pasangannya. Dampaknya, penderita akan menularkan virus tersebut dari seluruh organnya.

Dilansir dari situs Kompasiana, pada tahun 2016 sekitar 63% remaja di Indonesia melakukan seks bebas (Jovian, 2016). Berawal dari tidak sengaja melihat gambar porno, lalu meningkat menjadi melakukan perbuatan seks bebas sampai akhirnya mengalami HIV & AIDS. Perlunya dampingan dan pengawasan orang tua sejak dini menjadi modal penting agar anak tidak melakukan seks bebas di kemudian hari. Selain itu, peran guru di sekolah dalam mengatur pola pergaulan anak hingga usia remaja harus selalu di awasi dengan bijak.

Tepat pada 1 Desember setiap tahunnya kita diajak untuk merenungi kembali mengenai, sejauh mana tingkat kesadaran masyarakat kita terhadap upaya pencegahan penularan HIV, seberapa layak akses layanan kesehatan, dan seberapa besar dukungan psikologis pada ODHA yang sudah kita berikan, serta seberapa kuat komitmen kita untuk mendukung upaya dunia global dalam menanggulangi HIV & AIDS, yang tentunya bisa dimulai dari lingkungan kita sendiri.

Dalam upaya penanggulangan dan pencegahan HIV & AIDS di Indonesia, seluruh elemen baik keluarga selaku media pendidikan pertama bagi anak dan juga institusi pendidikan, yakni Sekolah harus bekerja sama agar mampu mewujudkan pengurangan angka HIV & AIDS di Indonesia. Beberapa upaya yang bisa dilakukan, yakni: 1) Pendidikan seks sejak dini. Pendidikan ini diharapkan menjadi modal bagi anak dalam memahami bahaya dan dampak dari perilaku seks bebas pada usia sekolah, 2) Melakukan pengawasan dan pendampingan pada anak dalam menggunakan gadget. Orangtua dirumah perlu mengenalkan anak pada situs-situs yang bermanfaat untuk proses pembelajaran dan perkembangan kognitifnya, hal ini diharapkan mampu mencegah anak untuk melihat situs-situs porno. Jika tidak dicegah atau tidak dihentikan, dikhawatirkan anak akan mempraktekkan hal tersebut di kehidupan nyata saat ada kesempatan yang ia dapatkan. 3) Memberikan pendidikan spiritual yang mampu menumbuhkan karakter anak yang sadar akan norma dan nilai-nilai dalam masyarakat Indonesia. 4) Anak-anak hingga usia remaja diajak memberikan dukungan dan empati pada ODHA dan dibekali pemahaman mengenai penyakit HIV & AIDS dari proses penularannya dan bahaya HIV & AIDS sehingga mereka bisa menjaga diri mereka untuk tidak terhindar dari HIV & AIDS, terakhir 5) Anak-anak diberikan wadah untuk berkarya dan mengembangkan potensinya secara positif dan terbuka baik di lingkungan keluarga dan sekolahnya

Apapun tindakan yang diambil saat ini, tentu akan menentukan masa depan bangsa Indonesia di masa mendatang dalam mencegah dan menangulangi bahaya HIV & AIDS di Indonesia. Jadi, rawatlah anak sebagai penerus bangsa yang seharusnya membawa perubahan positif di kehidupan masa mendatang. (Red. Ms)

Penulis : Yansa Alif Mulya

Editor    : Wahyu Riska Elsa Pratiwi

[button href=”http://psikologi.uin-malang.ac.id/wp-content/uploads/2016/12/Seks-Bebas-Duduki-Peringkat-Pertama-Penyebaran-HIV.pdf” rounded=”” size=”btn-mini” style=”red” target=”_blank”]Simpan [/button]