Bahrul Hayat: Psikologi Positif Itu Mengobati “Mental Illnes” dan Menjaga “Mental Healthy”

Bahrul hayat psikologi uin malang

PsychoNews – The Future of Positive Psychological Assessment: Making a Difference tema besar yang diusung dalam kuliah tamu minggu lalu (29/09) dapat dikatakan berhasil menghipnotis warga sivitas Akademika Fakultas Psikologi UIN Maliki. Sekitar 600 mahasiswa, dosen dan rektor memadati Hall Ir. Soekarno untuk mengikuti kuliah tamu Bahrul Hayat, Ph.D selaku Mantan Sekjen Kemenag RI dan Ketua Himpunan Evaluasi Pendidikan Indonesia (HEPI). Psikologi positif merupakan topik yang masih hangat diperbincangan dunia psikologi, sehingga atas dasar inilah ilmuwan psikologi perlu memahami secara utuh isu menarik dan perkembangan psikologi positif di masa depan. Doktor lulusan University of Chicago Amerika Serikat mengawali materi dengan mengulas sedikit baground kemunculan Psikologi Positif dalam satuan rumpun ilmu Psikologi pada mental ilness beserta treatment-nya. Bahrul menerangkan bahwa “Sesungguhnya kita lebih suka melihat sisi negatif dan cenderung abai dengan kelebihan yang dimiliki manusia”, tandasnya. Hal ini juga ditunjang dengan beberapa publikasi penelitian dengan prosentase sekitar 90% yang melihat sisi bad human serta terapi yang ada hanya diperuntukkan bagi orang-orang berciri patologis. Berangkat dari fenomena tersebut akhirnya mampu menggugah para ilmuwan untuk memikirkan nasib orang yang sehat secara psikologis.

Aliran psikologi positif memandang manusia memiliki potensi-potensi kebaikan yang harus dikembangkan. Mengutip definisi psikologi positif oleh Alan Carr, “Positive Psychology is science of Happiness and human strengths”, jelasnya. Menurutnya, “happiness” merupakan inti dari kehidupan manusia. Oleh karenanya, melalui pengembangan potensi-potensi yang dimiliki manusia merupakan hal penting untuk mewujudkan kondisi psychological well-being. Ia juga menjelaskan mengenai pilar-pilar dari psychology positive, yakni adanya emosi positif, kekuatan positif, dan lingkungan yang positif. Pilar-pilar tersebut mengindikasikan adanya faktor internal dan faktor eksternal, artinya kondisi psikologis yang sehat tidak cukup jika lahir hanya dari dalam diri individu, melainkan social support itu juga penting. Oleh karenanya, untuk membentuk mental healthy ketiga pilar tersebut harus saling bersinergi.

Perkembangan keilmuan psikologi menunjukkan adanya keselarasan ilmu sains dengan ajaran agama tanpa terkecuali. Umat islam dalam berdo’a selalu meminta akan kebaikan, baik di dunia maupun di akhirat. Hal ini selaras dengan konsep psikologi positif yakni pencapaian suasana “happiness” dalam kehidupan manusia sehingga tercipta kondisi “psychological well being”. Jika selama ini ilmu psikologi hanya berkecimpung pada individu patologis, melalui psikologi positif inilah kita bisa mengembangkan potensi yang dimiliki individu. Kini, psikologi tidak hanya mengobati “mental illness”, tetapi menjaga “mental healthy” dan meningkatkan potensi adalah hal yang sama pentingnya. Dari sinilah kita dapat memahami betapa pentingnya sebuah prevensi terhadap mental illness agar terciptanya keseimbangan hidup.

Akhirnya, Bahrul menutup studium generale dengan memberi dorongan dan harapan kepada Fakultas Psikologi UIN di Indonesia untuk dapat mengembangkan keilmuan baru ini. “Jika UIN Sunan Kalijaga memiliki ciri khusus dengan mampu menjelaskan keterkaitan antara psikis dan fisik, maka saya ingin Psikologi UIN Maliki Malang mampu mengembangkan psikologi positif sebagai skill khusus”, Jelas Bahrul. (Red. Ms)

Reportase : Safinah Al Mubarokah

>> Simpan Berita